Senin, 18 Januari 2021

BUKAN SIAPA-SIAPA YUNUS 2:1-10

HIKMAH DARI KISAH NABI YUNUS | Orbit Metro

Siapa kita dihadapan Tuhan. Apakah kita lebih hebat dan lebih baik dari orang lain? Roma 3:23-24 "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia  telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan  dalam Kristus Yesus." Ayat ini sangat jelas bahwa manusia pada dasarnya tidak punya daya apa-apa jika hidup diluar dari Tuhan Yesus Kristus. Kita akan melihat Yunus bagaimana hidupnya saat bersama dan saat terpisah dari Tuhan.

Latar Belakang Yunus

Nama diri Ibrani, artinya ‘merpati’.  Seorang nabi Ibrani pada pemerintahan Yerobeam II, Pasal I bercerita tentang Yunus, yg diperintahkan Allah ke Niniwe menentang kejahatan. Tapi Yunus menolak dan berlayar ke arah yang bertentangan. Badai besar mengamuk, dan akhirnya Yunus dilemparkan oleh awak kapal ke taut atas permintaannya sendiri. Lalu nabi itu ditelan oleh seekor ikan raksasa. Lalu Pasal 2 berisi kalimat doa permohonannya, atau lebih baik mazmur ucapan syukur, dari perut ikan itu. Segera sesudah itu Yunus dimuntahkan oleh ikan itu ke pantai.

Latar Belakang Niniwe

Niniwe adalah kota yang besar, maju. Tetapi mereka samasekali tidak mengetahui yang baik dan yang jahat. Maka dari itulah Allah mengutus Yunus menobatkan bangsa niniwe.


Tiga hal yg dilakukan Yunus saat berada dalam perut ikan.

Bisa dibayangkan dalam perut ikan (bau anyir, amis,) dan kita berfikir juga bagaimana Yunus makan?. Itulah yang dinamakan pemeliharaan TUHAN, tidak pernah bisa terpkirkan oleh akal dan rasio manusia.

1.    BERDOA KEPADA TUHAN ALLAHNYA

a.    kesusahan 1 n kemerosotan, kemunduran; depresi,; masa sulit;

b.    Dalam Alkitab Versi (TL) menangislah aku di dalam perut kubur itu, lalu Engkau mendengar akan bunyi suaraku.menangis  meratap, merintih, tersengut-sengut;

c.    Dalam Alkitab Versi (TL) Karena Engkau sudah membuang aku ke dalam tubir. Tubir >tebing (jurang dsb) yang curam; 2 tepi sesuatu yang dalam.

Dalam situasi apapun kita ditutut untuk slalu berdoa. Bordoa itu adalah nafas hidup bagi orang percaya. Kalau tidak bernafas pasti mati. Demikian juga dengan orang percaya tanpa doa pasti akan mati secara Rohani. Berdoa tentu gratis, sekarang mari kita slalu belajar untukt mengawali segala sesuatu dengan doa.


2.    DIDALAM HATIKU AKU BERKATA

Seringkali juga setelah kita melakukan dosa dan pelanggaran pasti kita akan merasa bersalah dan dihakimi/bahkan menghakimi diri sendiri seolah-olah diri kita memang sudah tidak bisa lagi di maafkan. Sama seperti yang dialami oleh Yunus pada saat itu.

a. Dalam Alkitab Versi TB. "Telah terusir aku dari hadapan mata-Mu" Ini adalah suatu ungkapan hati Yunus atas rasa kesalahan dan keberdosaanya. Dalam Alkitab Versi FAYH.   "Kemudian aku berkata, ‘Ya TUHAN, Engkau telah menolak aku dan membuang aku."

Tapi, apakah Tuhan demikian? Tentu tidak. Tuhan itu sangat mengasihi umat-Nya, tapi terkadang kita sebagai manusialah yg tidak tahu berterimakasih pada Tuhan.

Tetapi, ay 7. Yunus ingat akan Tuhan sehingga ia berdoa pada Tuhan. Dalam Alkitab Versi MILT “Sewaktu jiwaku remuk redam (HANCUR) di dalam diriku, aku mengingat TUHAN, dan doaku sampai kepada-Mu ke tempat suci kekudusan-Mu.”

Dan benar saat itu juga Tuhan menolong Yunus.

Tetapi apabila ada orang yang berpegang teguh pada berhala-berhala yang sia-sia maka Tuhan akan meninggalkan menegur dan menghajar kita agar sadar. Apakah mau dihajar terlebih dahulu baru sadar?

Jangan pernah sekalipun mencoba untuk berpikir atau bahkan pergi meninggalkan Tuhan saat kita jatuh. Saat kita jatuh Tuhan ingin agar kita meminta pengampunan dan bangkit lagi  bukan malah pergi dengan keterpurukan.


3.    UCAPAN SYUKUR YUNUS

1.    Yunus akan mempersemabahkan korban kepada Tuhan. 

Korban bakaran (untuk ucapan syukur bukan untuk  meredakan murka Allah.) Dalam hal ini jika kita hendak bertekun dalam Tuhan maka,  waktu, tenaga, dan pikiran kita bagian dari Ibadah yang sesungguhnya untuk Tuhan :Tapi kadang kita tidak punya waktu untuk Tuhan. Akhirnya lupa untuk bersyukur pada Tuhan.

2.    Yunus menepati janji-janjinya. 

seberapa sering kita berjanji pada Tuhan, dan seberapa sering pula kita mengingkari Tuhan.Mudah sekali kita berjanji pada Tuhan. Saat sakit pasti ada janji kita "kalau sembuh akan rajin ibadah." Setelah sembuh nyatanya tidak ada, itu tidak boleh. Kita lupa sedang berhadapan dengan siapa.

Ingat!! keselamatan adalah dari Tuhan. Bukan kita yang mencari Tuhan tapi Tuhanlah yang memilih kita untuk diselamatkan. Jadi, sebagai orang percaya maka jangan pernah lagi kita ragu-ragu dengan Tuhan, megapa? Karena Keselamatan adalah karunia Allah dan bukan hasil usaha manusia. (WAF)



SOTERIOLOGI

 

Tuhan Yesus, Terima Kasih untuk Anugerah Keselamatan yang Kau Berikan |  WarungSaTeKaMu.org

Begitu banyak orang merasa bahwa dirinya tidak baik karena begitu banyaknya dosa dan pelangaran yang mereka perbuat, sehingga kebanyakan orang juga menganggap bahwa dirinya tidak mungkin masuk ke sorga. Dalam buku yang penulis baca menjelaskan tentang suatu penebusan.  Penggenapan penebusan berkenaan dengan apa yang seringkali disebut sebagai pendamaian. Pendamaian adalah suatu pengakuran atau perujukan yang Allah lakukan untuk manusia, sehingga manusia yang sudah jatuh dalam dosa (bermusuhan) diperdamaikan kembali oleh Allah. Jelas di dalam Yoh 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Tidak ada orang yang mengagungkan kasih Allah lebih daripada rasul Paulus yang mengatakan bahwa, “Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Rm 5:8). Kasih Allah sudah dimulai sejak manusia belum ada di dunia, Allah sudah memilih dan menetapkan setiap orang sejak semula (predestinasi). Dalam kasih ia telah menentukan kita dari awal oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan hatiNya (Ef 1:4-5). Kasih Allah yang menjadi sumber pancaran pendamaian ini bukanlah kasih biasa, kasih ini adalah kasih yang memilih dan kasih yang menentukan.

Kasih bukanlah sesuatu yang biasa-biasa saja, tetapi kasih adalah cinta yang langsung dari Allah sendiri, sebab Allah sendiri adalah kasih dan hal itu bersifat keharusan, melekat, dan kekal. Seperti Allah adalah Roh, dan juga adalah terang, maka Ia pun adalah kasih. Tetapi, merupakan suatu keharusan yang mendasar untk menyadari bahwa bukanlah merupanakan suatu keharusan bagi Allah untuk mengasihi setiap orang dengan kasih yang memilih seperti itu. Allah tidak harus menetapkan kasih yang sedemikian khusus dan kekal bagi obyek-obyek yang sama sekali tidak menginginkannya dan yang suka melayani kejahatan.

Oleh sebab itu, penyataan kasih Allah merupakan penyebab atau sumber pendamaian. Harus ditegaskan sebagai sesuatu pernyataan yang pasti. Kasih Allah bagi semua orang tidak pernah terbatas sehingga kasih tersebut bisa dirasakan semua orang. Tetapi yang menjadi pertnyaannya mengapa Allah harus megasihi manusia, dan sebagai tanda perdamian antara manusia dengan Allah, maka harus ada yang dikorbankan yaitu Anak Allah dan mengapa juga harus dengan darah Tuhan yang mulia, mengapa tidak dengan darah binatang atau yang lainnya sehingga Yesus  harus mati di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia.

Di antara banyak awaban yang diberikan, ada dua yang terpenting. Pertama, pandangan yang dikenal sebagai keharusan hipotesis, dan kedua, pandangan yang dapat disebut sebagai keharusan konsekuensi absolut.  Yang pertama diepegang oleh banyak orang terkenal seperti Agustinus dan Thomas Aquinas, sementara yang kedua sering dipandang sebagai posisi Protestan yang lebih klasik. Pandangan yang dikenal sebagai keharusan hipotesis berpegang bahwa Allah dapat memberikan pengampusanan dosa dan menyelamatkan orang percaya tanpa pendamaian ataupun pemuasaan, cara lain terbuka bagi Allah karena semua hal mungkin bagiNya. Tetapi, cara pengorbanan Anak Allah merupakan cara yang Allah pilih di dalam anugerah dan hikmat kedaulatanNya, karena ini merupakan cara yang paling banyak manfaatnya dan cara diamana anugerah Allah dinyatakan dengan lebih luar biasa. Tidak ada hal yang tidak bisa Allah lakukan, semua dapat Allah lakukan apabila Ia menghendakinya. Tanpa penumpahan darah, secara aktual tidak ada pengampunan atau keselamatan. Namun, baik di dalam natur Allah maupun natur pengampunan dosa, tidak ada hal yang mengharuskan penumpahan darah tersebut.

Pandangan yang kedua yang disebut dengan keharusan konsekuensi absolut. Istilah konsekuensi dalam pengertian ini menunjuk kepada fakta bahwa kehendak atau dekrit Allah untuk menyelamatkan manusia merupakan anugerah yang bebas dan berdaulat. Menyelamatkan orang yang terhilang bukanlah merupakan suatu keharusan yang absolut, tetapi merpakan etikad baik dari Allah yang berdaulat. Berbeda dengan pandangan yang pertama yang merupakan keharusan bagi Allah untuk menyelamatkan manusia sehingga manusia diselamatkan. Dalam bagian yang kedua ini tidak ada keharusan atau kewajiban bagi Allah untuk menyelamatkan manusia, tetapi disini Allah sendirilah yang berinisiatif untuk menyelamatkan manusia.

 

Dalam membicarakan natur pendamaian, ada baiknya untuk mencoba menemukan beberapa kategori yang menyeluruh. Dalam berbagai aspek pengajaran Alkitab dapat dimasukkan ke dalam kategori yang lebih luas. Kategori yang lebih spesifik melalui Alkitab menyatakan karya pendamaian Kristus adalah pengorbanan, propisiasi, rekonsiliasi dan penebusan atau rendemsi. Banyak cara yang Allah laukan unuk membuat manusia akhirnya bebas dari dari maut yang seharusnya diterimanya. Allah terus-menerus menjaga dan memelihara semua manusia agar manusia dapat menerima kasih dan anugerahNya. Tetapi karya penebusan Allah ini dibutuhkan yang namanya  respon dari pihak manusia sehingga apa yang dilakukan Allah untuk manusia tidak sia-sia. Dibutuhkan suatu ketaan untuk terus-menerus menjaga relasi yang baik dengan Allah.

Kesempurnaan pendamaian Kristus dalam polemik Protestan telah ditegaskan kembali untuk melawan doktin dari Roma Katolik. Roma Katolik menekankan bahwa karya penyempurnaan yang digenapkan oleh Kristus tidak melepaskan orang beriman dari kaharusan memenuhi pemuasan atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Menurut teologi Roma Katolik, semua dosa masa lalu berikut hukuman kekal maupun temporalnya atau waktunya telah dibersihkan secara total melalui baptisan. Untuk melawan ajaran tentang pemuasaan oleh manusia ini, orang Kristen menegaskan bahwa pemuasan oleh Kristus merupakan satu-satunya pemuasaan terhadap dosa yang sedemikian sempurna dan sudah final. Kesempurnaan pendamaian hanya didapat di dalam Kristus saja diluar Kristus maka tidak ada pendamaian yang sempurna. Tetapi bagi orang Katolik cukup dengan baptisan saja mereka dapat diselamatkan dari dosa-dosa mereka dan pandangan ini di tolak keras oleh orang Kristen Protestan.

Tuhan Yesus mati di kayu salib bukan saja untuk satu atau dua orang saja, tetapi Tuhan Yesus mati bagi seluruh manusia. Manusia digambarkan seperti domba yang tersesat dan tidak tahu kemana harus mencari jalan pulang, tetapi Allah datang sebagai gembala yang mencari domba-dombaNya yang hilang. Banyak sumber dan pandangan mengenai pendamaian dan penebusan hanya ada satu sumber yang sah mengenai karya penebusan Kristus dan sumber itu adalah Alkitab.

ESKATOLOGI

Membenci Yang Benar » GKA Gloria Kota Satelit

Eskatologi atau akhir zaman merupakan suatu dokrin yang hangat diperbincangkan dalam ranah Teologi karena terdapat banyak sekali pandangan-pandangan dari para teolog yang membahas hal ini. Dalam hal ini doktrin mengenai akhir zaman tidak hanya di bahas dalam kitab Perjanjian baru saja, tetapi juga di bahas dalam kitab Perjanjian Lama Yesaya 2:2; Mikha 4:1. Hal ini membuktikan bahwa kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru tidak saling bertolak belakang, dan juga membuktikan bahwa doktrin akhir zaman ini sudah ada sejak dulu.

Berbicara tentang “eskatologi” berarti juga berbicara tetang akhir hidup seseorang dan dunia. Di dalam Alkitab kematian adalah sebagai kematian tubuh yang berada dari kematian jiwa Mat. 10:28; Luk 12:4. Disini tubuh dianggap sebagai mahluk hidup, dan nyawa jelas merupakan roh bagi manusia yaitu bagian spiritual yang merupakan bagian dari kehidupan naturalnya. Pada akhirnya, kematian jasmani ini juga disebut sebagai terpisahnya tubuh dan jiwa. Kematian bukanlah akhir dari keberadaan tetapi berubahnya hubungan-hubungan natural dalam hidup. Hidup dan mati tidaklah berlawanan satu dengan yang lain sebagai eksistensi dan non-eksistensi, tetapi keduannya berlawanan hanya dalam perbedaan cara keberadaannya saja.

Kematian adalah hasil dari dosa yang dimiliki setiap individu. Hal ini juga di kemukakan oleh Pelagian dan Socinian dimana dalam dalam pandangannya bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk yang dapat mati bukan sekedar berarti bahwa mereka bisa mati, tetapi juga berarti bahwa ia sesungguhnya berada di bawah hukum kematian dan nantinya dia pasti mati. Hal ini berarti bahwa adam bukan saja bisa mati, tetapi memang juga berada di bawah kuasa kematian sebelum  ia jatuh dalam dosa. Sebagain bapak Gereja dan beberapa teolog masa selanjutnya seperti Warburton dan Laidlaw mengemukakan pendapat bahwa Adam sesungguhnya diciptakan sebagai mahluk yang dapat mati, yaitu berada di bawah hukum kehancuran dan kerusakan, tetapi hukum itu baru berlaku hanya setelah ia jatuh ke dalam dosa. Jika seandainya Adam taat, maka ia akan dimuliakan sampai mendapat kedudukan tidak dapat mati. Dosa Adam tidak membawa perubahan pada keberadaan konstitusionalnya, tetapi di bawah keputusan hukuman Allah, ia tetap berada di bawah hukuman kematian dan ia terhempas dari anugerah immoralitas yang seharusnya bisa dimilikinya tanpa mengalami kematian.

Makna kematian bagi orang Kristen adalah sebagai kematian jasmani sebagai hukuman sebagai upah dari dosa yang di perbuat oleh setiap pribadi manusia. Orang percaya dibenarkan dan tidak lagi berada di bawah kewajiban untuk membayar syarat apa-apa. Orang percaya tidak lagi berada di bawah hukum, baik sebagai persyaratan perjanjian kerja atau sebagai kekuatan yang menghukum, sebab orang percaya telah mendapat pengampunan yang lengkap dari segala dosa mereka yang dibayar lunas oleh kematian Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib.

Berbicara tentang “Imortalitas” jiwa manusia itu berkaitan dengan kematian jasmaniah dimana tubuh telah terpisah dari roh. Imortalitas yang sebenarnya adalah dalam pribadi Tuhan sendiri 1 Tim 6:15-16. Kata Imortalitas menunjukkan terutama dalam pengertian eskatologis, keadaan manusia dimana ia tidaklah di pengaruhi oleh kematian, dan tidak bisa menjadi bagian dari kematian. Manusia imortal tidak dalam pengertian tertinggi dari kata itu berkenaan dengan penciptaan, walaupun manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Imortalitas juga terjadi jika seandainya Adam mentaati perjanjian antara dirinya dengan Allah pada saat di taman eden, tetapi sekarang hanya mungkin melalui kerya penebusan yang akan dilengkapi dalam konsumasi.

Status antara menurut gereja Reformed adalah status dimana kematian orang percaya sesudah mati akan memasuki kemulian surgawi. Pandangan ini banyak sekali mendapat dukungan yang serupa  dari orang-orang yang berpengaruh seperti Heidelberg Catechism, Westminster Confession, dan Second Helvetic Confession. Dimana pandangan mereka yang membenarkan bahwa setelah orang mati maka jika ia percaya kepada Tuhan Yesus maka ia akan masuk ke dalam surga, tetapi jika selama seseorang tersebut hidup tidak percaya kepada Tuhan Yesus maka sudah di pastikan orang tersebut tidak akan masuk dalam kerajaan Allah. Pandangan ini didasari oleh Alkitab (Luk 23:43), dan penting bagi kita untuk memperhatikan hal ini, sebab selama seperempat abad terakhir ini beberapa teolog Reformed beranggapan bahwa orang percaya setelah meninggal dunia masuk ke dalam tempat antara dan tetap tinggal disana sampai pada hari kebangkitan. Tentu saja Alkitab mengajarkan bahwa jiwa orang percaya ketika terpisah dari tubuhnya masuk ke dalam hadirat Kristus.

Banyak sekali pandangan yang menggambarkan status antara dimana yang terjadi setelah kematian seseorang. Beberapa golongan beranggapan bahwa orang benar ketika mati tidak langsung ke surga tetapi masih menikmati penghargaan yang besar yang tidak sama dengan surga yang akan mereka terima kelak, demikian hal nya dengan orang yang durhaka tidak langsung ke neraka seperti yang telah dibahas melainkan mereka terlebih dahulu menderita suatu hukuman yang tidak sama dengan neraka yang akan mereka terima nantinya, dan pandangan ini dipertahan oleh Justin Martyr, Iraenius, Tertulian, Novation, Origen, Gregory dari Nyssa, Ambrose, dan Agustinus. Selain pandangan ini ada pula paham yang di anut oleh Roma Katolik yaitu doktrin purgatori. Doktrin purgatori adalah doktrin yang berbicara tentang pemurnian jiwa sebelum memasuki dalam kekekalan, nama aliran ini adalah Alexandria. Tetapi dalam hal ini para Reformator semuannya menolak doktrin purgatori dan juga seluruh pengertian mengenai status antara yang nyata, dimana di dalamnya terkandung pengertian mengenai tempat antara. Mereka percaya bahwa yang mati di dalam Tuhan segera memasuki kesukaan surga, sedangkan mereka yang mati dalam dosa segera turun ke dalam neraka.

Selain purgatori yang berbicara tentang paham pemurnian jiwa seseorang setelah kematian, ternyata ada pula paham lain yang penulis temukan dimana paham ini sudah berkembang pada abad ke-20. Yaitu paham yang berbicara tentang sheol-hade. Sheol-hades adalah suatu paham yang dianggap suatu pemahaman orang kafir yang berbicara mengenai dunia bawah. Pandangan ini menilai bahwa orang saleh dan orang durhaka setelah mereka meninggal dunia, mereka akan memasuki sebuah bayang-bayang, sebuah negeri yang penuh dengan kelupaan, dan di sana juga mereka akan memasuki suatu keberadaban yang merupakan refleksi impian dari hidup mereka di dunia. Di sana juga tidak ada pembagian ruangan bagi orang yang baik dan orang yang jahat, tetapi merupakan suatu wilayah tanpa perbedaan moral. Tetapi pandangan yang demikian akan sulit sekali diterima oleh orang yang percaya akan kemutlakan Alkitab sebagai suatu pengajaran yang positif, sebab paham sheol-hades saling bertentangan dengan pengajaran Alkitab yang menyatakan bahwa orang benar akan segera memasuki kemuliaan dan orang durhakan akan segera memasuki tempat penghukuman.

Menurut ajaran Roma Katolik purgatori (tempat pemurnian jiwa), ternyata ada pembagiannya. Pertama Limbus Patrum, adalah tempat bagi roh orang benar yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai keberadaan seseorang setelah kematian yaitu berada di pangkuan Abraham, Luk 16:23 dan Firdaus, Luk 23:43. Kedua Limbus Infantum, inilah tempat penampungan bagi jiwa dari anak-anak yang belum dibaptiskan, tanpa melihat apakah orang tua mereka orang Kristen atau bukan. Menurut Roma Katolik anak-anak yang tidak dibaptiskan tidak dapat masuk surga (Yoh 3:5).

Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua adalah sesuatu yang bersifat rahasia sehingga banyak sekali yang mencoba untuk meramalkan atau juga menafsirkan hal ini. Banyak sekali doktrin yang berkembang di abad ke-20 ini berbagai doktrin muncul di kalangan teolog dengan berbagai argumen yang di dasarkan pada ayat Alkitab. Menurut Alkitab sejumlah pristiwa penting akan terjadi sebelum kedatangan Tuhan yang ke dua kai, dan karena itu tak dapat disebut mendadak. Dalam terang Alkitab tidak dapat dikatakan tidak adanya peristiwa yang dapat diramalkan yang akan terjadi sebelum kedatagan Tuhan Yesus. Sebagai mana dapat diharapkan berkaitan dengan apa yang di katakan di awal. Forst sebagai orang dispensasionalisme menolak doktrin yang mengatakan kedatangan Tuhan Yesus yang dekat. Ia lebih suka berbicara bahwa kedatangan Kristus sebagai sesuatu yang akan terjadi.

Sebelum kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua kalinya nanti maka penulis menjelaskan bahwa akan ada yang namanya kesengsaraan yang akan menimpa orang percaya pada saat itu, dan akan muncul pula satu sekte yaitu anti kristus dimana aliran ini adalah seseorang yang mengambil alih tempat Kristus. Kata “anti” di sini diterjemahkan sebagai “sebagai ganti”, atau seseorang yang menentang Kristus. Kata “anti” di sini diartikan “melawan”. Pengertian di atas lebih selaras dengan konteks pemakaian kata tersebut. Alkitab juga membicarakan sejumlah tanda yang akan menandai akhir jaman dan kedatangan Kristus. Alkitab menyebutkan bahwa peperangan dan berita tentang perang, bencana kelaparan, dan gempa bumi di berbagai tempat yang disebut sebagai awal penderitaan, serta lahirnya semesta, yang baru pada saat kedatangan Kristus berikutnya adalah datangnya nabi-nabi palsu yang akan menyesatkan banyak orang, Kristus yang akan menunjukkan banyak tanda dan keajaiban untuk menyesatkan orang, dan bahkan jika mungkin mereka juga mau menyesatkan orang pilihan. Tanda-tanda yang mengerikan akan muncul di langit termasuk matahari, bulan dan bintang ketika kekuatan langit di goncangkan.

Banyak sekali pandangan yang membicarakan masalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, sehingga muncul pandangan-pandangan yang membuat satu pengertian tentang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Pertama, kaum Premilenialisme dimana paham yang mengatakan bahwa Tuhan akan datang sebelum milenium. Kedua, kaum Postmilenialisme yang beranggapan bahwa kedatangan yang kedua diikuti melenium. Setelah berbicara tentang paham kedatangan Yesus yang kedua kalinya maka selanjutnya penulis akan memberikan penjelasan tentang doktrin kebangkitan yang bersumber dari Alkitab. Pertama penulis akan menjelaskan dari perspektif Perjanjian Lama. Terkadang Perjanjian Lama sering dikatakan bahwa tidak mempunyai pengertian tentang kebangkitan orang mati, atau hanya ada dalam kitab-kitab terakhir saja. Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa Israel meminjam pengertian tentang kebangkitan ini dari orang persia.  Dalam bukunya Mackintosh berkata, “ada bukti kuat yang menunjuang hipotesa bahwa pengertian mengenai kebangkitan masuk ke kalangan orang Ibrani dan Persia”. Tetapi pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Brown yaitu “doktrin tentang kebangkitan individu mula-mula muncul dalam pikiran orang Israel setelah pembuangan, dan mungkin seklai ini adalah pengaruh orang Persia.” Sedangkan Salmond mengatakan “doktrin Perjanjian Lama tentang Allahcukup jelas untuk menjelaskan seluruh konsep Perjanjian Lama tentang hidup di masa yang akan datang.” Selanjutnya pandangan ini semua disimpulkan oleh De Bondt bahwa “tidak ada satu bangsa pun yang pernah berhubungan dengan Israel yang memiliki doktrin tentang kebangkitan orang mati yang bisa menjadi pola penjelasan dari apa yang kita jumpai di antara Israel sendiri.”

Jika sebelumnya penulis telah menjabarkan bagaimana Perjanjian Lama memandang kebangkitan yang dilihat dari perspektif para tokoh, berikutnya penulis akan memaparkan doktrin kebangkitan dari Perjanjian Baru. Sebagaimana sudah kita ketahui, Perjanjian Baru jauh lebih banyak berbicara tentang kebangkitan orang mati, sebab dalam kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Perjanjian Baru membawa klimaks bagi wahyu Allah tentang kebangkitan. Walaupun orang Saduki menyangkal, Tuhan Yesus dengan tegas menunjukkan bahwa kebangkitan sudah dimengerti sejak Perjanjian Laman (Mat 22:23-33, band. Kel 3:6). Kebangkitan adalah karya dari Allah Tritunggal. Dalam beberapa kasus kita hanya diberitau bahwa Allah membangktkan orang mati, tanpa menyebutkan Pribadi tertentu secara khusus, Mat 22:29; 2 Kor 1:9. Tetapi secara lebih khusus, karya kebangkitan disebut merupakan karya Allah Putra, Yoh 5:21, 25, 28,29; 6:38-40, 44,45; 1 Tes 4:16. Secara tidak langsung kebangkitan juga disebut sebagai karya Roh Kudus, Rm 8:11.

Salah satu hal kaitan penting lain dari kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali adalah penghakiman terakhir, yang sangatlah natural. Tuhan akan datang kembali dengan satu tujuan, untuk menghakimi orang yang hidup dan menentukan tujuan kekal dari setiap individu. Doktrin mengenai penghakiman terakhir ini sejak awal Kekristenan selalu dikaitkan dengan doktrin kebangkitan orang mati. Pendapat umum mengatakan bahwa orang mati akan dibangkitkan, supaya mereka dapat dihakimi menurut perbuatan mereka ketika masih hidup. Penghakiman terakhir yang dikatakan dalam Alkitab tidak dapat dianggap sebagai pristiwa spiritual yang tak nampak dan tanpa akhir seperti halnya dengan providensi Allah dalam sejarah. Tetapi hal ini juga bukan berarti kita menyangkal kenyataan adanya penghakiman providensial Allah dalam hidup tiap individu dan bangsa-bangsa, walaupun memang tidak selalu harus dipahami seperti itu. Alkitab dengan jelas mengajarkan kepada kita bahwa dalam hidup sekarang pun Allah tetap menghukum kejahatan dan memberkati orang yang benar. Dalam beberapa kasus, hukuman serta pahala yang diberikan ini bersifat positif, tetapi di beberapa kasus lain muncul sebagai providensial alamiah sebagai akibat dari kejahatan atau kebaikan yang dilakukan. Walaupun waktu penghakiman tidak dapat ditentukan dengan mutlak, kita dapat mengatakannya secara relatif.  Yang dimaksud dengan reltif disini adalah relatif terhadap peristiwa eskatologi. Penghakiman itu akan terjadi pada akhir dunia ini sebab penghakiman itu akan diberikan kepada seluruh hidup manusia, Mat 13:40-43; 2 Ptr 3:7. Penghakiman ini merupakan serangkaian kejadian bersamaan dengan parausia Tuhan Yesus, Mat 25: 19-46; 2 Tes 1:7-10; 2 Ptr 3:9-10 dan akan segera mengikuti  kebangkitan orang mati, Dan 12:2; Yoh 5:28-29; Why 20:12—13. Pertanyaan apakah penghakiman ini akan mendahului , bersamaan atau sesudah terjadinya langit dan bumi yang baru tidak dapat kita jawab dengan pasti berdasarkan Alkitab.

Penghakiman terakhir bersifat menentukan dan oleh karenanya membawa kita kepada keadaan terakhir yang muncul di hadapan kursi pengadilan. Keadaan akhir ini bisa berupa berkat kekal maupun kesengsaraan kekal. Kesengsaraan kekal berbicara tentang keadaan terakhir bagi orang durhaka. Dalam teologi modern ada kecenderungan untuk menyingkirkan pengertian mengenai hukuman kekal. Para penganut Anihilasionis yang masih kita lihat dalam Adventisme dan Millenial Dawnisme serta pendukung teori imoralitas kondisional tidak setuju bahwa orang durhaka akan tetap ada, dan dengan demikian mereka menganggap bahwa hukuman kekal tidak ada gunanya. Dalam teologi liberal modern kata “neraka” secara umum dianggap sebagai istilah kiasan bagi sesuatu keadaan yang sepenuhnya subyektif. Yang di dalmnya manusia dapat merasakan, bahkan ketika masih ada dalam dunia ini, dan akan menjadi permanen di masa yang akan datang. Kesengsaraan kekal ini juga berkaitan dnegan hukuman yang berupa tidak adanya kehadiran Allah sama sekali, kesengsaraan dalam hidup yang tidak ada akhirnya sebagai akibat dari penguasaan dosa secara total, kesakitan dan penderitaan yang dialami tubuh maupun jiwa, dan yang terakhir ialah hukuman lain seperti penderitaan hati nurani, kesedihan, kesengsaraan, tagisan, kertakan gigi Mat 8:12; 13:50; Mrk 9:43,44,47,48; Luk 16:23,28; Why 4:10; 21:8. Jelas akan ada derajat penghukuman bagi orang durhaka. Sedangkan jika berbicara tentang berkat kekal itu akan membahas tentang keadaan akhir orang benar. Keadaan akhir bagi orang percaya akan didahului dengan lenyapnya dunia yang sekarang dan berganti dengan munculnya ciptaan baru. Mat 19:28 menyebutnya sebagai “kelahiran baru” dan Kis 3:21 menyebutnya “pemulihan segala sesuatu”. Dalam Ibr 12:27 dikatakan “ungkapan satu kali menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan (surga dan bumi), karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncang (kerajaan Allah)”. Banyak orang juga menganggap bahwa surga hanyalah keadaan subyektif yang boleh dinikmati manusia pada hidup yang sekarang dan, bagi orang benar, akan tetap tinggal sampai masa yang akan datang. Pahala bagi orang benar disebut sebagai hidup yang kekal, yaitu bukan saja sekedar hidup tanpa akhir, tetapi juga hidup dalam segala kepenuhannya, Rm 2:7. Kepenuhan hidup ini dinikmati dalam persekutuan dengan Allah, yang sesungguhnya merupakan esensi dari kehidupan, Why 21:3. Mereka akan melihat Allah di dalam Tuhan Yesus, muka dengan muka, merasakan kepuasan penuh bersama Dia, memuliakan dan memuji Dia.

PERTOBATAN PAULUS

PERTOBATAN PAULUS | PAX ET BONUM

Dari kelahiran Paulus sampai ia tampil di Yerusalem sebagai penganiaya orang Kristen, hanya sedikit yg kita ketahui. Walaupun dia suku Benyamin dan anggota Farisi yg sangat aktif (Rom 11:1; Fili 3:5; Kis 23:6), ia lahir di Tarsus sebagai warga negara Roma (Kis 16:37; 21:39; 22:25). Yerome mengutip cerita tradisi yg mengatakan leluhur Paulus berasal dari Galilea. Tidak jelas apakah mereka pindah ke Tarsus karena alasan perdagangan, atau karena dijajah oleh pemerintah Siria. Tentang mereka warga negara Roma memberi kesan bahwa mereka sudah lama tinggal di sana.

Akan tetapi, dalam perjumpaannya dengan Tuhan, Saulus berubah menjadi seorang pengikut Yesus dan masuk dalam persekutuan bersama orang-orang Kristen. Saulus, yang tadinya musuh orang Kristen, berubah menjadi seorang sahabat. Lukas dengan jelas menganggap masuknya Saulus menjadi orang Kristen sebagai suatu peristiwa yang sangat penting. Oleh karena itu, ia tiga kali melaporkan peristiwa yang sama. Satu kali ia menceritakan dalam Kisah Para Rasul 9:3-19 dan dua kali ia melaporkan sebagaimana yang diucapkan oleh Saulus (Kis.22:6-16 dan 26:12-18).

Dari ketiga laporan itu kita tahu bahwa Saulus mengalami suatu perjumpaan dengan Tuhan yang telah bangkit di jalan menuju Damsyik. “tiba-tiba ada cahaya memancar dari langit dan mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan mendengar suara yang berkata kepadanya, ”Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Jawab Paulus, “Siapa Engkau, Tuhan?” Kata-Nya, “Akulah Yesus yang kau aniaya itu. Tetapi, bangunlah dan pergilah kedala kota, di sana akan dikatakan kepadamu apa yang harus kau perbuat.”  Saulus bangun dan membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat. Ia harus dituntun oleh teman-temannya ke Damsyik. Ia tidak melihat dan tidak makan selama tiga hari.

Pada hari yang ketiga, Ananias memberitahukan kepadanya makna peristiwa itu dan masa depan misi yang harus ia lakukan (Kis. 9:10-19; 22:10-16.) Setelah itu, barulah ia bisa melihat kembali dan dibaptis menjadi Kristen. Saulus kemudian melukiskan peristiwa penampakan itu sebagai kuasa ilahi, yang melaluinya, ia berbalik dari apa yang ia lakukan sebelumnya (1 Kor. 9:17; 15:10; Gal. 1:15.) Ia yakin bahwa ia telah melihat Yesus yang telah bangkit itu, yang memanggilnya menjadi seorang Rasul (Kis.9:1; 15:8)

Masuknya Saulus menjadi orang Kristen ternyata tidaklah mudah. Menurut laporan Lukas, orang-orang Yahudi di Antiokhia mengawal semua pintu kota untuk menagkap dan membunh Saulus. Namun, orang-orang Kristen di Antiokhia menolong Saulus. Mereka memasukkanya ke dalam keranjang dan mengeluarkan dia dari tembok kota. Saulus kemudian melakukan perjalanan ke Yerusalem (Kis. 9:23-25). Di sana,  ia bertemu dengan para rasul dan orang Kristen lainnya.

ANTROPOLOGY (NATUR DOSA)

Apakah yang dimaksud dengan antropologi? - Antropologi - Dictio Community

Dosa tidak memiliki eksistensi yang independen. Dalam hal ini kita perlu pertama-tama menyebutkan pandangan yang dikemukakan Matthias Illyricus Flacius, seorang teolog Jerman yang hidup pada tahun 1520-1575. Flacius mengklaim bahwa dosa bukanlah semata-mata sebuah “aksiden” dari kondisi manusia (yaitu, sebuah penyimpangan dari esensinya), merupakan esensi dan substansi manusia. Pandangan Flacius ini mengingatkan kita pada pandangan Manichaeisme, sebuah gerakan religius dualistis pada abad ke-3 yang mengajarkan bahwa kebaikan dan kejahatan merupakan dua prinsip kekal yang terus berjalan berdampingan, dan bahwa kejahatan harus dikaitkan secara khusus dengan tubuh. Manusia tidak akan pernah lepas dari dosa, karena manusia mempunyai hakekat dosa.

          Menentang pandangan bahwa dosa merupakan substansi yang terpisah, para teolog Kristen mulai dari Augustinus telah mempertahankan bahwa dosa harus dilihat sebagai cacat yang terjadi dalam sesuatu yang baik. Beradad-abad sebelumnya, Augstinus telah menyebut dosa privatio boni, yaitu, suatu pencabutan atau hilangnya kebaikan. Dosa bagaikan kebutuhan yang merampas pengelihatan orang yang sebelumnya bisa melihat. Dosa bukanlah sesuatu yang bersifat fisik melainkan bersifat etis. Dosa tidak tercipta bersama dengan penciptaan melainkan muncul setelah penciptaan. Dosa merupakan suatu pencatatan bentuk dari penciptaan. Menyebut dosa privatio boni mungkin bukan sebuah definisi yang sangat memuaskan, karena dosa lebih dari sekedar hilangnya kebaikan, tetapi juga merupakan pemberontakan yang aktif terhadap Allah. Meskipun demikian, definisi ini jelas mengandung kebenaran yang penting mengenai natur dosa. Mengapa dosa merupakan suatu pencatatan bentuk dari penciptaan, karena dosalah yang mengakibatkan manusia denagan Allah terpisah.

          Dosa selalu berkaitan dengan Allah dan kehendak-Nya. Banyak orang menyamakan dosa dengan ketidaksempurnaan, yaitu ketidaksempurnaan yang merupakan aspek yang normal dari natur manusia. “Tak seorangpun yang sempurna,” “setiap orang melakukan kesalahan,” “Kamu ‘kan hanya manusia,”  dan banyak pernyataan  senada menunjukkan pemikiran ini. Bertentangan dengan ini, ita harus menyatakan dengan tegas bahwa, sesuai Alkitab, dosa selalu merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah. Meskipun ada banyak hukum di dalam Alkitab, khususnya di kelima kitab pertama Perjanjian Lama, apa yang dimaksudkan dengan hukum di sini adalah sekelompok kecil perintah yang kita akui meringkaskan apa yang Allah inginkan dari manusia, yaitu Sepeuluh Perintah. Dosa merupakan hal yang bertentangan dengan Allah.

          Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah (1Yoh. 3:4).  Dalam Mazmur 51:6 menyatakan bahwa semua dosa, bahkan dosa terhadap sesama, juga merupakan dosa terhadap Allah. Daud telah begitu luar biasa berdosa terhadap Betsyeba dan Uria. Akan tetapi ketika ia akhirnya mengakui dosanya, ia berkata kepada Allah, “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku  berdosa dan melakukan apa yang kuanggap jahat.” Daud tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa ia tidak berdosa terhadap orang lain, tetapi di dalam kedalaman pertobatannya, ia tiba pada suatu keyakinannya bahwa semua dosa pada akhirnya merupakan dosa terhadap Allah. Jadi, secara mendasar, dosa merupakan perlawanan terhadap Allah, pemberontakan terhadap Allah yang berakar pada kebencian terhadap Allah. Ketika manusia berdosa langkah yang harus dilakukan adalah dengan mengakui dosa tersebut terhadap Allah.

          Agar bisa terpahami sepenuhnya, dosa harus dilihat bukan hanya dalam terang hukum tetapi juga dalam terang Injil. Injil adalah kabar baik tentang apa yang telah Kristus perbuat untuk menyelamatkan manusia dari dosa, ini merupakan hal yang niscaya justru karena kita telah melanggar hukum Allah. Injil tidak hanya menunjukkan kebusukan dosa kita tetapi Injil juga memproklamirkan cara kita dilepaska dari dosa, dan oleh karena itu menyuruh agar kita bertobat.  Dosa bersumber dalam apa yang Alkitab sebut sebagai “hati.” Augustinus sering berkata bahwa dosa bersumber dalam kehendak manusia, “jika kehendak itu sendiri bukanlah sebab pertama dosa, maka sama sekali tidak ada sebab pertama.”  Jadi, dengan memakai bahasa alkitabiah, Augstinus memilih untuk berkata bahwa dosa bersumber di dalam hati. Di sini memakai konsep hati sebagaimana dipakai di dalam Alkitab, untuk menunjuk inti batiniah dari satu pribadi yang disebut organ, untuk berfikir, merasa dan menghendaki, atau titik pusat dari semua fungsi kita. Dengan kata lain, dosa bukan bersumber di dalam tubuh atau di dalam salah satu kapasitas manusia yang mana pun melainkan bersumber di dalam pusat keberadaannya, yaitu hatinya.

          Dosa mencakup pikiran sekaligus tindakan.  Menurut hukum manusia, perbuatan salah hanya berkenan dengan apa yang seorang  lakukan atau tidak lakukan, bukan dengan apa yang seorang pikirkan, tidak seorangpun dipenjarakan karena pikiran yang keliru keculi pikiran itu telah diungkapkan. Yesus dengan jelas mengajarkan  bahwa sekalipun pikiran untuk berzinah belum diwujudkan, itu tetap merupakan dosa, “Tetapi Aku berkata kepadamu, setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Mat. 5:28). Tindakan baik tidak menutup kemungkinan untuk berbuat dosa, karena meskipun kita berlaku baik tetapi sering dibarengi dengan pikiran yang negativ.

            Dosa pada akarnay merupakan satu bentuk kesombongan. Kita dapat melihat dalam narasi kejatuhan: si ular menimbulkan kesombongan di dalam hati Hawa ketika ia berkata, “Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah” (Kej. 3:5). Kita juga melihat bahwa akar dari kejatuhan para malaikat adalah kesombongan. Dosa juga bararti menolak untuk mengakui keberuntungan total kita kepada Allah, dan keinginan untuk mandiri. Dengan kata lain, dosa pada dasarnya adalah kepentingan diri sendiri, menginginkan hal-hal menurut cara kita dan bukan cara Allah. Kesombongan sudah menjadi tabit manusia, tetap hal tersebut dapat diperbaiki.

            Dosa merupakan aspek yang pervasif di dalam hidup kita, tetapi kita sering untuk tidak menyadarinya. Dalam hal ini, terdapat tiga pengamatan penting:

1.      Dosa selalu dilakukan untuk “suatu alasan yang baik.”Hawa memakan buah terlarang karena ia berfikir hal ini merupakan cara untuk semakin menyerupai Allah.

2.      Kita sering gagal mengenali dosa kita sendiri. Kia melihat dosa orang lain begitu jelas, tetapi melihat dosa sendiri dengan samar-samar.

3.      Kita sering cenderung menutup-nutupi dosa kita. Kisah terkenal tentang Daud di hadpan Nabi Natan (2Sam. 12:1-15) mengilustrasika poin ini. Sebelum pengakuannya kepada Natan, raja yang bersalah ini menyembunyikan dosanya.

ISTILAH YANG DIPAKAI ALKITAB UNTUK DOSA

Perjanjian Lama menggunakan kata awon, yang berarti ketidakadilan atau kesalahan; pesha’, pemberontakan, pergolakan, menolak untuk tunduk kepada yang berwenang; abhar, pelanggaran (harfiah: “menyeberang”); resha’, kefasikan atau kelaliman; ra’, kejahatan atau kefasikan; ma’al, pelanggaran atau penghianatan; dan awen, pemberhalaan, ketidakadilan, atau kesiasiaan.

Di antara kata-kata Perjanjian Baru untuk dosa, yang paling umum adalah hamartia, yang merupakan padanan kata Yunani untuk kata Ibrani chatta’th,  dan yang juga bermakna “meleset dari sasaran” atau dalam bahasa Perjanjian Baru, “kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23). Istilah yang di pakai dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama sama-sama mengandung makna yang menjurus pada hal yang tidak baik.

BERBAGAI JENIS DOSA

Satu kualifikasi kuno, yang bermula dari sejarah awal monastisime Kristen, mengacu pada apa yang disebut “tujuh dosa maut” (yang kadang disebut dosa-dosa utama). Ketujuh dosa ini dianggap sebagai akar bagi munculnya dosa-dosa lain. Secara tradisional, ketujuh dosa maut adalah: (1) kesombongan; (2) ketamakan; (3) nafsu, biasanya dipahami sebgai hasrat seksual yang tak terkendali atau terlarang; (4) iri hati; (5) kerakusan, yang biasanya mencakup kemabukan; (6) kemarahan; dan (7) kemalasan.

Cara-cara pengkualifikasian ini adalah: dosa-dosa terhadap Allah, sesama dan diri sendiri; dosa-dosa pikiran, ucapan atau perbuatan; dosa-dosa yang berakar di dalam “keinginan daging,” “keinginan mata,” atau “keangkuhan hidup” (1 Yoh. 2:16); dosa-dosa kelemahan, ketidaktahuan atau niat jahat; dosa-dosa karena tidak melakukan yang seharusnya atau melakukan yang tidak seharusnya; dosa-dosa tersembunyi atau dosa-dosa terbuka; dosa-dosa pribadi atau dosa-dosa umum. Dosa tetap dosa yang tidak bisa digolongkan besar atau kecil.

TINGKATAN-TINGKATAN DOSA

Pada bagian yang  pertama akan memerhatikan pembedaa Katolik Roma antara dosa yang mematikan (mortal sins) dan dosa ringan (venial sins). Pembedaan ini dibuat oleh Tertulianus Augustinus, dan kemudian dijabarkan oleh teolog Skolastik Lombard dan Aquinas. Pembedaan ini memainkan peran penting di dalam pemahaman Katolik Roma akan sakramen pertobatan mereka, yang tujuannya adalah untuk mengampuni dosa-dosa yang dibuat setelah baptisan.

Calvin menolak pembedaan atau dengan istilah tingkatan dosa, menurut Calvin semua dosa adalah mematikan, dalam pengertian bahwa semuannya layak meerima hukuman. Alkitab dengan jelas menolak pembedaan antara dosa yang mematikan dan yang ringan. Mengutip Ulangan 27:26. Paulus juga berkata, “semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis dalam kitab hukum taurat” (Gal. 3:10). Jika demikain, bagaimana orang bisa berkata bahwa dosa-dosa tertentu, yaitu pelanggaran hukum Allah tertentu, tidak membawa orang tersebut kebawah kutuk ini? Yakobus mengingatkan kita bahwa, “barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari pada, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yak. 2:10). “Dosa ringan” bisa menjadi sandungan. Dosa tidak mempunyai tingkatan atau level, tetapi dosa tetaplah dosa, dan setiap dosa pasti ada konsekuensi yang harus diterima oleh orang yang bersangkuta.

DOSA YANG TAK TERAMPUNI

Meskipun segala bentuk dosa tidak diperkenankan Allah, Alkitab berbicara tentang satu dosa yang tak terampuni, bukan kerana dosa ini terlalu berat untuk diampuni Alla, melainkan karena natur dosa ini membuatnya tidak memiliki kemungkinan bagi pertobatan.

Pertama-tama melihat ayat utama Alkitab yang mendeskripsikan dosa ini. Mungkin yang sering dikutip adalah teks di Mrk. 3:28-30 (bdk. Mat. 12:31-32; Luk. 12:10). Matius memberi tahu kita bahwa di satu kesempatan, Yesus menyembuhkan seorang buta dan bisu di rasuki roh jahat. Ketika mendengar prihal mukjizat ini, orang-orang Farisi menyatakan bahwa Yesus memakai Beelzebul penghulu roh jahat, untuk mengusir roh-roh jahat. Saat menegur orang-orang Farisi ini, Yesusu berkata bahwa ia mengusir roh-roh jahat dengan Roh Allah, sebagai bukti bahwa kerajaan Allah telah datang kepada mereka (Mat. 12:22-28). Kemudian Yesus mengucapka kata-kata demikian:

            “Aku berkata kepadamu; sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selamanya, melainkan bersalah berbuat dosa kekal.” Ia berkata demikia karena mereka kaakan bahwa Ia kerasukan roh jahat (Mrk. 3:28-30)

Kamus Webster mendefinisikan hujat sebagai “tindakan menghina atau memandang rendah atau tidak memiliki rasa hormat kepada Allah.” Menurut ayat di atas, sejumlah hujatan bisa diampuni, tetapi menghujat Roh Kudus tidak pernah bisa diampuni.

Dosa ini digambarkan dengan istilah-istilah yang jelas. Orang yang melakukan ini sepenuhnya membenci Kristus (“menginjak-injak Anak Allah”), menganggap najis dan menola darah yang ditumpahkan Kristus untuk membaewanya lebih dekat kepada Allah, menghina dan meludahi Roh Kudus yang merupakan pembawa anugerah. Maka, kebanakan penafsir, termasuk Calvin, juga melihat kata-kata ini sebagai gambaran akan dosa yang tidak terampuni. Bukan dosa membunuh, berzinah, atau mencuri yang tidak diampuni, tetapi ada satu dosa yang tidak terampuni adalah dosa menghujat Roh Kudus, karena sama saja itu menghujat Allah.

BUKAN SIAPA-SIAPA YUNUS 2:1-10