Senin, 18 Januari 2021

ESKATOLOGI

Membenci Yang Benar » GKA Gloria Kota Satelit

Eskatologi atau akhir zaman merupakan suatu dokrin yang hangat diperbincangkan dalam ranah Teologi karena terdapat banyak sekali pandangan-pandangan dari para teolog yang membahas hal ini. Dalam hal ini doktrin mengenai akhir zaman tidak hanya di bahas dalam kitab Perjanjian baru saja, tetapi juga di bahas dalam kitab Perjanjian Lama Yesaya 2:2; Mikha 4:1. Hal ini membuktikan bahwa kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru tidak saling bertolak belakang, dan juga membuktikan bahwa doktrin akhir zaman ini sudah ada sejak dulu.

Berbicara tentang “eskatologi” berarti juga berbicara tetang akhir hidup seseorang dan dunia. Di dalam Alkitab kematian adalah sebagai kematian tubuh yang berada dari kematian jiwa Mat. 10:28; Luk 12:4. Disini tubuh dianggap sebagai mahluk hidup, dan nyawa jelas merupakan roh bagi manusia yaitu bagian spiritual yang merupakan bagian dari kehidupan naturalnya. Pada akhirnya, kematian jasmani ini juga disebut sebagai terpisahnya tubuh dan jiwa. Kematian bukanlah akhir dari keberadaan tetapi berubahnya hubungan-hubungan natural dalam hidup. Hidup dan mati tidaklah berlawanan satu dengan yang lain sebagai eksistensi dan non-eksistensi, tetapi keduannya berlawanan hanya dalam perbedaan cara keberadaannya saja.

Kematian adalah hasil dari dosa yang dimiliki setiap individu. Hal ini juga di kemukakan oleh Pelagian dan Socinian dimana dalam dalam pandangannya bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk yang dapat mati bukan sekedar berarti bahwa mereka bisa mati, tetapi juga berarti bahwa ia sesungguhnya berada di bawah hukum kematian dan nantinya dia pasti mati. Hal ini berarti bahwa adam bukan saja bisa mati, tetapi memang juga berada di bawah kuasa kematian sebelum  ia jatuh dalam dosa. Sebagain bapak Gereja dan beberapa teolog masa selanjutnya seperti Warburton dan Laidlaw mengemukakan pendapat bahwa Adam sesungguhnya diciptakan sebagai mahluk yang dapat mati, yaitu berada di bawah hukum kehancuran dan kerusakan, tetapi hukum itu baru berlaku hanya setelah ia jatuh ke dalam dosa. Jika seandainya Adam taat, maka ia akan dimuliakan sampai mendapat kedudukan tidak dapat mati. Dosa Adam tidak membawa perubahan pada keberadaan konstitusionalnya, tetapi di bawah keputusan hukuman Allah, ia tetap berada di bawah hukuman kematian dan ia terhempas dari anugerah immoralitas yang seharusnya bisa dimilikinya tanpa mengalami kematian.

Makna kematian bagi orang Kristen adalah sebagai kematian jasmani sebagai hukuman sebagai upah dari dosa yang di perbuat oleh setiap pribadi manusia. Orang percaya dibenarkan dan tidak lagi berada di bawah kewajiban untuk membayar syarat apa-apa. Orang percaya tidak lagi berada di bawah hukum, baik sebagai persyaratan perjanjian kerja atau sebagai kekuatan yang menghukum, sebab orang percaya telah mendapat pengampunan yang lengkap dari segala dosa mereka yang dibayar lunas oleh kematian Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib.

Berbicara tentang “Imortalitas” jiwa manusia itu berkaitan dengan kematian jasmaniah dimana tubuh telah terpisah dari roh. Imortalitas yang sebenarnya adalah dalam pribadi Tuhan sendiri 1 Tim 6:15-16. Kata Imortalitas menunjukkan terutama dalam pengertian eskatologis, keadaan manusia dimana ia tidaklah di pengaruhi oleh kematian, dan tidak bisa menjadi bagian dari kematian. Manusia imortal tidak dalam pengertian tertinggi dari kata itu berkenaan dengan penciptaan, walaupun manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Imortalitas juga terjadi jika seandainya Adam mentaati perjanjian antara dirinya dengan Allah pada saat di taman eden, tetapi sekarang hanya mungkin melalui kerya penebusan yang akan dilengkapi dalam konsumasi.

Status antara menurut gereja Reformed adalah status dimana kematian orang percaya sesudah mati akan memasuki kemulian surgawi. Pandangan ini banyak sekali mendapat dukungan yang serupa  dari orang-orang yang berpengaruh seperti Heidelberg Catechism, Westminster Confession, dan Second Helvetic Confession. Dimana pandangan mereka yang membenarkan bahwa setelah orang mati maka jika ia percaya kepada Tuhan Yesus maka ia akan masuk ke dalam surga, tetapi jika selama seseorang tersebut hidup tidak percaya kepada Tuhan Yesus maka sudah di pastikan orang tersebut tidak akan masuk dalam kerajaan Allah. Pandangan ini didasari oleh Alkitab (Luk 23:43), dan penting bagi kita untuk memperhatikan hal ini, sebab selama seperempat abad terakhir ini beberapa teolog Reformed beranggapan bahwa orang percaya setelah meninggal dunia masuk ke dalam tempat antara dan tetap tinggal disana sampai pada hari kebangkitan. Tentu saja Alkitab mengajarkan bahwa jiwa orang percaya ketika terpisah dari tubuhnya masuk ke dalam hadirat Kristus.

Banyak sekali pandangan yang menggambarkan status antara dimana yang terjadi setelah kematian seseorang. Beberapa golongan beranggapan bahwa orang benar ketika mati tidak langsung ke surga tetapi masih menikmati penghargaan yang besar yang tidak sama dengan surga yang akan mereka terima kelak, demikian hal nya dengan orang yang durhaka tidak langsung ke neraka seperti yang telah dibahas melainkan mereka terlebih dahulu menderita suatu hukuman yang tidak sama dengan neraka yang akan mereka terima nantinya, dan pandangan ini dipertahan oleh Justin Martyr, Iraenius, Tertulian, Novation, Origen, Gregory dari Nyssa, Ambrose, dan Agustinus. Selain pandangan ini ada pula paham yang di anut oleh Roma Katolik yaitu doktrin purgatori. Doktrin purgatori adalah doktrin yang berbicara tentang pemurnian jiwa sebelum memasuki dalam kekekalan, nama aliran ini adalah Alexandria. Tetapi dalam hal ini para Reformator semuannya menolak doktrin purgatori dan juga seluruh pengertian mengenai status antara yang nyata, dimana di dalamnya terkandung pengertian mengenai tempat antara. Mereka percaya bahwa yang mati di dalam Tuhan segera memasuki kesukaan surga, sedangkan mereka yang mati dalam dosa segera turun ke dalam neraka.

Selain purgatori yang berbicara tentang paham pemurnian jiwa seseorang setelah kematian, ternyata ada pula paham lain yang penulis temukan dimana paham ini sudah berkembang pada abad ke-20. Yaitu paham yang berbicara tentang sheol-hade. Sheol-hades adalah suatu paham yang dianggap suatu pemahaman orang kafir yang berbicara mengenai dunia bawah. Pandangan ini menilai bahwa orang saleh dan orang durhaka setelah mereka meninggal dunia, mereka akan memasuki sebuah bayang-bayang, sebuah negeri yang penuh dengan kelupaan, dan di sana juga mereka akan memasuki suatu keberadaban yang merupakan refleksi impian dari hidup mereka di dunia. Di sana juga tidak ada pembagian ruangan bagi orang yang baik dan orang yang jahat, tetapi merupakan suatu wilayah tanpa perbedaan moral. Tetapi pandangan yang demikian akan sulit sekali diterima oleh orang yang percaya akan kemutlakan Alkitab sebagai suatu pengajaran yang positif, sebab paham sheol-hades saling bertentangan dengan pengajaran Alkitab yang menyatakan bahwa orang benar akan segera memasuki kemuliaan dan orang durhakan akan segera memasuki tempat penghukuman.

Menurut ajaran Roma Katolik purgatori (tempat pemurnian jiwa), ternyata ada pembagiannya. Pertama Limbus Patrum, adalah tempat bagi roh orang benar yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai keberadaan seseorang setelah kematian yaitu berada di pangkuan Abraham, Luk 16:23 dan Firdaus, Luk 23:43. Kedua Limbus Infantum, inilah tempat penampungan bagi jiwa dari anak-anak yang belum dibaptiskan, tanpa melihat apakah orang tua mereka orang Kristen atau bukan. Menurut Roma Katolik anak-anak yang tidak dibaptiskan tidak dapat masuk surga (Yoh 3:5).

Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua adalah sesuatu yang bersifat rahasia sehingga banyak sekali yang mencoba untuk meramalkan atau juga menafsirkan hal ini. Banyak sekali doktrin yang berkembang di abad ke-20 ini berbagai doktrin muncul di kalangan teolog dengan berbagai argumen yang di dasarkan pada ayat Alkitab. Menurut Alkitab sejumlah pristiwa penting akan terjadi sebelum kedatangan Tuhan yang ke dua kai, dan karena itu tak dapat disebut mendadak. Dalam terang Alkitab tidak dapat dikatakan tidak adanya peristiwa yang dapat diramalkan yang akan terjadi sebelum kedatagan Tuhan Yesus. Sebagai mana dapat diharapkan berkaitan dengan apa yang di katakan di awal. Forst sebagai orang dispensasionalisme menolak doktrin yang mengatakan kedatangan Tuhan Yesus yang dekat. Ia lebih suka berbicara bahwa kedatangan Kristus sebagai sesuatu yang akan terjadi.

Sebelum kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua kalinya nanti maka penulis menjelaskan bahwa akan ada yang namanya kesengsaraan yang akan menimpa orang percaya pada saat itu, dan akan muncul pula satu sekte yaitu anti kristus dimana aliran ini adalah seseorang yang mengambil alih tempat Kristus. Kata “anti” di sini diterjemahkan sebagai “sebagai ganti”, atau seseorang yang menentang Kristus. Kata “anti” di sini diartikan “melawan”. Pengertian di atas lebih selaras dengan konteks pemakaian kata tersebut. Alkitab juga membicarakan sejumlah tanda yang akan menandai akhir jaman dan kedatangan Kristus. Alkitab menyebutkan bahwa peperangan dan berita tentang perang, bencana kelaparan, dan gempa bumi di berbagai tempat yang disebut sebagai awal penderitaan, serta lahirnya semesta, yang baru pada saat kedatangan Kristus berikutnya adalah datangnya nabi-nabi palsu yang akan menyesatkan banyak orang, Kristus yang akan menunjukkan banyak tanda dan keajaiban untuk menyesatkan orang, dan bahkan jika mungkin mereka juga mau menyesatkan orang pilihan. Tanda-tanda yang mengerikan akan muncul di langit termasuk matahari, bulan dan bintang ketika kekuatan langit di goncangkan.

Banyak sekali pandangan yang membicarakan masalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, sehingga muncul pandangan-pandangan yang membuat satu pengertian tentang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Pertama, kaum Premilenialisme dimana paham yang mengatakan bahwa Tuhan akan datang sebelum milenium. Kedua, kaum Postmilenialisme yang beranggapan bahwa kedatangan yang kedua diikuti melenium. Setelah berbicara tentang paham kedatangan Yesus yang kedua kalinya maka selanjutnya penulis akan memberikan penjelasan tentang doktrin kebangkitan yang bersumber dari Alkitab. Pertama penulis akan menjelaskan dari perspektif Perjanjian Lama. Terkadang Perjanjian Lama sering dikatakan bahwa tidak mempunyai pengertian tentang kebangkitan orang mati, atau hanya ada dalam kitab-kitab terakhir saja. Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa Israel meminjam pengertian tentang kebangkitan ini dari orang persia.  Dalam bukunya Mackintosh berkata, “ada bukti kuat yang menunjuang hipotesa bahwa pengertian mengenai kebangkitan masuk ke kalangan orang Ibrani dan Persia”. Tetapi pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Brown yaitu “doktrin tentang kebangkitan individu mula-mula muncul dalam pikiran orang Israel setelah pembuangan, dan mungkin seklai ini adalah pengaruh orang Persia.” Sedangkan Salmond mengatakan “doktrin Perjanjian Lama tentang Allahcukup jelas untuk menjelaskan seluruh konsep Perjanjian Lama tentang hidup di masa yang akan datang.” Selanjutnya pandangan ini semua disimpulkan oleh De Bondt bahwa “tidak ada satu bangsa pun yang pernah berhubungan dengan Israel yang memiliki doktrin tentang kebangkitan orang mati yang bisa menjadi pola penjelasan dari apa yang kita jumpai di antara Israel sendiri.”

Jika sebelumnya penulis telah menjabarkan bagaimana Perjanjian Lama memandang kebangkitan yang dilihat dari perspektif para tokoh, berikutnya penulis akan memaparkan doktrin kebangkitan dari Perjanjian Baru. Sebagaimana sudah kita ketahui, Perjanjian Baru jauh lebih banyak berbicara tentang kebangkitan orang mati, sebab dalam kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Perjanjian Baru membawa klimaks bagi wahyu Allah tentang kebangkitan. Walaupun orang Saduki menyangkal, Tuhan Yesus dengan tegas menunjukkan bahwa kebangkitan sudah dimengerti sejak Perjanjian Laman (Mat 22:23-33, band. Kel 3:6). Kebangkitan adalah karya dari Allah Tritunggal. Dalam beberapa kasus kita hanya diberitau bahwa Allah membangktkan orang mati, tanpa menyebutkan Pribadi tertentu secara khusus, Mat 22:29; 2 Kor 1:9. Tetapi secara lebih khusus, karya kebangkitan disebut merupakan karya Allah Putra, Yoh 5:21, 25, 28,29; 6:38-40, 44,45; 1 Tes 4:16. Secara tidak langsung kebangkitan juga disebut sebagai karya Roh Kudus, Rm 8:11.

Salah satu hal kaitan penting lain dari kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali adalah penghakiman terakhir, yang sangatlah natural. Tuhan akan datang kembali dengan satu tujuan, untuk menghakimi orang yang hidup dan menentukan tujuan kekal dari setiap individu. Doktrin mengenai penghakiman terakhir ini sejak awal Kekristenan selalu dikaitkan dengan doktrin kebangkitan orang mati. Pendapat umum mengatakan bahwa orang mati akan dibangkitkan, supaya mereka dapat dihakimi menurut perbuatan mereka ketika masih hidup. Penghakiman terakhir yang dikatakan dalam Alkitab tidak dapat dianggap sebagai pristiwa spiritual yang tak nampak dan tanpa akhir seperti halnya dengan providensi Allah dalam sejarah. Tetapi hal ini juga bukan berarti kita menyangkal kenyataan adanya penghakiman providensial Allah dalam hidup tiap individu dan bangsa-bangsa, walaupun memang tidak selalu harus dipahami seperti itu. Alkitab dengan jelas mengajarkan kepada kita bahwa dalam hidup sekarang pun Allah tetap menghukum kejahatan dan memberkati orang yang benar. Dalam beberapa kasus, hukuman serta pahala yang diberikan ini bersifat positif, tetapi di beberapa kasus lain muncul sebagai providensial alamiah sebagai akibat dari kejahatan atau kebaikan yang dilakukan. Walaupun waktu penghakiman tidak dapat ditentukan dengan mutlak, kita dapat mengatakannya secara relatif.  Yang dimaksud dengan reltif disini adalah relatif terhadap peristiwa eskatologi. Penghakiman itu akan terjadi pada akhir dunia ini sebab penghakiman itu akan diberikan kepada seluruh hidup manusia, Mat 13:40-43; 2 Ptr 3:7. Penghakiman ini merupakan serangkaian kejadian bersamaan dengan parausia Tuhan Yesus, Mat 25: 19-46; 2 Tes 1:7-10; 2 Ptr 3:9-10 dan akan segera mengikuti  kebangkitan orang mati, Dan 12:2; Yoh 5:28-29; Why 20:12—13. Pertanyaan apakah penghakiman ini akan mendahului , bersamaan atau sesudah terjadinya langit dan bumi yang baru tidak dapat kita jawab dengan pasti berdasarkan Alkitab.

Penghakiman terakhir bersifat menentukan dan oleh karenanya membawa kita kepada keadaan terakhir yang muncul di hadapan kursi pengadilan. Keadaan akhir ini bisa berupa berkat kekal maupun kesengsaraan kekal. Kesengsaraan kekal berbicara tentang keadaan terakhir bagi orang durhaka. Dalam teologi modern ada kecenderungan untuk menyingkirkan pengertian mengenai hukuman kekal. Para penganut Anihilasionis yang masih kita lihat dalam Adventisme dan Millenial Dawnisme serta pendukung teori imoralitas kondisional tidak setuju bahwa orang durhaka akan tetap ada, dan dengan demikian mereka menganggap bahwa hukuman kekal tidak ada gunanya. Dalam teologi liberal modern kata “neraka” secara umum dianggap sebagai istilah kiasan bagi sesuatu keadaan yang sepenuhnya subyektif. Yang di dalmnya manusia dapat merasakan, bahkan ketika masih ada dalam dunia ini, dan akan menjadi permanen di masa yang akan datang. Kesengsaraan kekal ini juga berkaitan dnegan hukuman yang berupa tidak adanya kehadiran Allah sama sekali, kesengsaraan dalam hidup yang tidak ada akhirnya sebagai akibat dari penguasaan dosa secara total, kesakitan dan penderitaan yang dialami tubuh maupun jiwa, dan yang terakhir ialah hukuman lain seperti penderitaan hati nurani, kesedihan, kesengsaraan, tagisan, kertakan gigi Mat 8:12; 13:50; Mrk 9:43,44,47,48; Luk 16:23,28; Why 4:10; 21:8. Jelas akan ada derajat penghukuman bagi orang durhaka. Sedangkan jika berbicara tentang berkat kekal itu akan membahas tentang keadaan akhir orang benar. Keadaan akhir bagi orang percaya akan didahului dengan lenyapnya dunia yang sekarang dan berganti dengan munculnya ciptaan baru. Mat 19:28 menyebutnya sebagai “kelahiran baru” dan Kis 3:21 menyebutnya “pemulihan segala sesuatu”. Dalam Ibr 12:27 dikatakan “ungkapan satu kali menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan (surga dan bumi), karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncang (kerajaan Allah)”. Banyak orang juga menganggap bahwa surga hanyalah keadaan subyektif yang boleh dinikmati manusia pada hidup yang sekarang dan, bagi orang benar, akan tetap tinggal sampai masa yang akan datang. Pahala bagi orang benar disebut sebagai hidup yang kekal, yaitu bukan saja sekedar hidup tanpa akhir, tetapi juga hidup dalam segala kepenuhannya, Rm 2:7. Kepenuhan hidup ini dinikmati dalam persekutuan dengan Allah, yang sesungguhnya merupakan esensi dari kehidupan, Why 21:3. Mereka akan melihat Allah di dalam Tuhan Yesus, muka dengan muka, merasakan kepuasan penuh bersama Dia, memuliakan dan memuji Dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN SIAPA-SIAPA YUNUS 2:1-10